
Jakarta – Seorang mahasiswi Institut Teknologi Bandung (ITB) berinisial SSS menghadapi potensi ancaman hukuman pidana yang tidak ringan, yakni maksimal 12 tahun penjara. Ancaman hukuman ini terkait dengan perbuatannya membuat dan mengunggah meme yang menampilkan Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Presiden Joko Widodo. SSS saat ini telah ditangkap oleh pihak kepolisian dan berstatus sebagai tersangka.
Kasus ini bermula dari beredarnya sebuah meme di media sosial yang menampilkan rekayasa foto wajah kedua tokoh nasional tersebut dalam pose yang dinilai tidak pantas, yaitu berciuman. Meme tersebut dengan cepat menyebar dan menimbulkan reaksi luas di masyarakat maupun kalangan politik.
Penangkapan SSS dilakukan oleh tim dari Bareskrim Polri. Setelah menjalani pemeriksaan awal, mahasiswi Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB tersebut kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan langsung dilakukan penahanan. Pihak kepolisian masih mendalami motif di balik pembuatan dan penyebaran meme tersebut.
Ancaman hukuman 12 tahun penjara yang membayangi SSS diduga kuat berkaitan dengan penerapan pasal-pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). UU ITE memang kerap menjadi sorotan karena beberapa pasalnya dinilai multitafsir dan berpotensi menjerat individu terkait ekspresi atau konten yang diunggah di ruang digital. Pasal-pasal terkait penyebaran informasi yang dapat menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), atau pencemaran nama baik, seringkali menjadi dasar penindakan dalam kasus serupa.
Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri atau pejabat berwenang lainnya belum memberikan rincian spesifik mengenai pasal apa saja yang disangkakan kepada SSS. Namun, potensi ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara menunjukkan bahwa sangkaan yang dikenakan termasuk dalam kategori pelanggaran serius sesuai dengan UU ITE.
Kasus penangkapan mahasiswi ITB ini segera menarik perhatian publik dan memicu kembali perdebatan mengenai ruang lingkup kebebasan berekspresi di era digital. Sejumlah pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil yang bergerak di bidang hak asasi manusia, menyuarakan keprihatinan atas penangkapan ini dan mendesak aparat kepolisian untuk berhati-hati dalam menerapkan UU ITE agar tidak terjadi kriminalisasi terhadap ekspresi warga negara, terutama kritik atau satire terhadap pejabat publik.
Di sisi lain, pihak yang melaporkan atau mendukung proses hukum berpendapat bahwa kebebasan berekspresi tidak bersifat tanpa batas dan harus tetap menghormati norma serta tidak melanggar hukum yang berlaku, termasuk larangan penyebaran konten yang merendahkan martabat atau mencemarkan nama baik individu.
Pihak ITB telah mengonfirmasi status SSS sebagai mahasiswinya dan menyatakan akan memberikan pendampingan hukum serta dukungan psikologis bagi yang bersangkutan selama proses hukum berjalan. Orang tua SSS juga telah mendatangi pihak kampus dan menyampaikan permohonan maaf atas perbuatan putri mereka.
Kepala Kantor Komunikasi Presiden (PCO), Hasan Nasbi, sempat memberikan pandangan pribadi terkait kasus ini. Ia berpendapat bahwa SSS, sebagai seorang mahasiswi, sebaiknya lebih diutamakan untuk dibina daripada langsung diproses hukum dengan ancaman hukuman berat, kecuali jika memang ada aspek hukum yang sangat jelas dan tidak bisa dihindari. Namun, pernyataan ini tidak mengubah fakta bahwa proses hukum sedang berjalan di kepolisian.
Kasus ini menjadi pengingat keras akan pentingnya literasi digital dan pemahaman mengenai batasan-batasan dalam berekspresi di media sosial. Apa yang dianggap sebagai konten kreatif atau satire oleh sebagian orang, bisa jadi dinilai melanggar hukum oleh pihak lain dan berujung pada konsekuensi pidana yang serius.
Penetapan tersangka terhadap SSS dan potensi ancaman hukuman belasan tahun penjara menambah deretan kasus terkait UU ITE yang menimbulkan kontroversi di Indonesia. Proses hukum selanjutnya akan sangat menentukan bagaimana kasus ini berakhir dan dampaknya terhadap praktik kebebasan berekspresi di ruang digital di masa mendatang.